Senin, 30 April 2012

SISTEM ABO

Golongan Darah sistem ABO ditemukan oleh seorang ahli Patologi Amerika kelahiran Austria bernama Karl Landsteiner pada tahun 1900. Antigen utama dalam sistem ini disebut antigen A dan B dan antibodi utama adalah anti-A dan anti-B. Gen yang menentukan ada tidaknya aktivitas A atau B terdapat pada kromosom nomor 9. Orang normal yang berumur diatas 6 bulan selalu mempunyai antibodi yang dapat bereaksi dengan antigen A atau B apabila antigen bersangkutan tidak terdapat dalam eryhtrositnya sendiri.

Jika tidak terlihat sugroups maka dikenal empat golongan darah :
- Golongan darah A
Erythrositnya mengandung aglutinogen A dan serumnya mengandung aglutinin anti B
- Golongan darah B
Erythrositnya mengandung aglutinogen B dan serumnya mengandung aglutinin anti A
- Golongan darah O
Erythrositnya tidak mengandung aglutinogen dan serumnya mengandung aglutinin anti A dan aglutinin anti B.
- Golongan darah AB
Erythrositnya mengandung aglutinogen A dan aglutinogen B sedangkan serumnya tidak mengandung aglutinin.

Walaupun anti-A dan anti-B bereaksi secara spesifik dan kuat dengan eryhtrosit yang relevan, rangsangan untuk pembentukan anti-A dan anti-B tidak ditimbulkan oleh eryhtrosit itu sendiri. Orang-orang dengan golongan darah A hanya membentuk anti-B dan mereka dengan golongan darah B hanya membentuk anti-A. Orang-orang dengan golongan darah O mempunyai baik anti-A maupun anti-B, sedangkan yang golongan darah AB tidak memiliki anti-A dan anti-B.

Anti-A dan anti-B merupakan aglutinin yang kuat dan mudah dinyatakan dengan pemeriksaan laboratorium. Aglutinin ini dengan cepat menghancurkan eryhtrosit tidak kompatibel yang masuk dalam sirkulasi melalui aktivitas komplemen.satu-satunya cara eryhtrosit inkompatibel golongan darah ABO masuk dalam sirkulasi, melalui transfusi darh yang salah, kecuali pada beberapa kasus dimana eryhtrosit janin masuk dalam sirkulasi darah ibu pada waktu hamil atau saat melahirkan.

Reaksi transfusi hemolitik pada umumnya disebabkan kesalahan dalam identifikasi penderita, kesalahan sampel darah penderita atau donor dan kesalahan administrasi.

Penetapan golongan darah menentukan jenis aglutinogen yang ada dalam darah, adakalanya disamping itu juga dilakukan penetapan jenis aglutinin yang ada dalam serum (reverse grouping dan serum grouping). Ada beberapa cara untuk menentukan golongan darah yaitu dengan cara Objek glass dan cara Tabung.

SISTEM RHESUS
Setelah sistem ABO, maka sistem Rhesus (Rh) merupakan golongan darah yang mempunyai makna klinis terpenting. Tidak seperti halnya anti-A dan anti-B yang selalu ada pada orang normal. Anti Rhesus tidak terdapat daam darah seorang tanpa rangsangan imunisasi. Antigen utama dalan sistem Rhesus adalah antigen D, yang mampu merangsang pembentukan antibodi bila eryhtrosit dengan antigen itu dimasukkan dalam sirkulasi seorang yang tidak mempunyai antigen Rh. Antigen D terdapat dalam eryhtrosit 85 % orang kulit putih, persentase ini lebih tinggi pada orang kulit hitam, Indian dan Asia. Hanya 15 % orang kulit putih yang tidak mempunyai antigen D, tetapi diantara orang-orang ini haya 50-75% akan membentuk anti-D bila sejumlah besar eryhtrosit dengan antigen D masuk dalam sirkulasi darahnya. Tidak ada golongan darah lain yang mempunyai potensi merangsang pembentukan antibodi melebihi potensi yang dimiliki oleh golongan Rhesus.

Sistem Rhesus terdiri atas bermacam-macam antigen. Orang-orang dengan eryhtrosit yang mengandung antigen D disebut Rh positif atau Rh (+) sedangkan mereka yang tidak mempunyai antigen D disebut Rh negatif, tanpa menghiraukan ada tidaknya jenis antigen sistem Rhesus yang lain.

Karena antigen D merupakan yang paling mudah merangsang pembentukan antibodi maka antigen D lah yang pertama-tama harus dicari.Antigen lain adalah seperti C, E, c dan e.


Tidak setiap orang Rhesus negatif yang terpapar pada sel Rh positif membentuk anti-D. Imunisasi lebih sering terjadi karena transfusi daripada akibat kehamilan, karena pada transfusi sel eryhtrosit Rh-positif yang masuk lebih banyak. Sekitar 20% ibu Rhesus negatif membentuk anti-D setelah mengandung janin Rh-positif, sedangkan pada transfusi pembentukan anti-D dapat terjadi pada 50-70% penderita yang ditransfusi dengan eryhtrosit Rh positif.

Anti-Rh yang dibentuk pada umumnya adalah kelas IgG. Mula-mula dibentuk IgM tetapi biasanya IgM menghilang beberapa bulan atau tahun setelah imunisasi, sedangkan IgG dapat menetap seumur hidup. Anti Rh jarang mengaktifkan komplemen. Dampak biologis anti Rh umumnya melapisi eryhtrosit dan menyebabkan penghancuran eryhtrosit dalam sistem retikuloendotelial.


Anti Rh dari darah ibu dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin. Dahulu anti-D merupakan penyebab utama penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (HDN ; Hemolytic disease of the newborn). Terapi imunosupresif dapat mencegah pembentukan antibodi pada ibu Rh-negatif, segera setelah melahirkan bayi Rh-positif. Wanita yang memiliki anti-D dalam darahnya pada awal kehamilan kemungkinan besar akan melahirkan bayi dengan penyakit HDN.

Seringkali sumsum tulang janin mengadakan respons dengan meningkatkan produksi eryhtrosit untuk mempertahankan kadar hemoglobin dan menghindarkan anemia. Peningkatan eryhtropoesis menyebabkan penglepasan sel-sel kedalam sirkulasi terlalu dini sehingga dijumpai banyak eryhtrosit berinti dalam darah tepi. Nama lain untuk HDN adalah Erythroblastosis fetalis, nama ini menunjukkan adanya eryhtrosit berinti dalam sirkulasi. Janin dengan HDN yang berat dapat meninggal karena gagal jantung kongestif pada saat hampir lahir.

Reaksi silang perlu dilakukan sebelum melakukan transfusi darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan darah donor. Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel donor dan Minor Crossmatch adalah serum donor dicampur dengan sel penerima. Jika golongan darah ABO penerima dan donor sama, baik mayor maupun minor test tidak bereaksi. Jika berlainan umpamanya donor golongan darah O dan penerima golongan darah A maka pada test minor akan terjadi aglutinasi.

Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies maupun incomplete Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu 37O C. Lagi pula untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan cara Crossmatch dengan high protein methode. Ada beberapa cara untuk menentukan reaksi silang yaitu reaksi silang dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek glass.


Serum antiglobulin meningkatkan sensitivitas pengujian in vitro. Antibody kelas IgM yang kuat biasanya menggumpalkan erythrosit yang mengandung antigen yang relevam secara nyata, tetapi antibosy yang lemah sulit dideteksi. Banyak antibodi kelas IgG yang tak mampu menggumpalkan eryhtrosit walaupun antibody itu kuat. Semua pengujian antibodi termasuk uji silang tahap pertama menggunakan cara sentrifugasi serum dengan eryhtrosit. Sel dan serum kemudian diinkubasi selama 15-30 menit untuk memberi kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum antiglobulin dan bila pendertita mengandung antibodi dengan eryhtrosit donor maka terjadi gumpalan.

Uji saring terhadap antibodi penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar