Dalam kehidupan berkeluarga, tak jarang suami istri terlibat dalam konflik. Untuk meredakan kekesalan, terkadang kita pun membutuhkan saluran untuk mencurahkan hatinya. Namun, siapakah orang yang tepat untuk menjadi tempat curhat? Bagaimana dengan anak?
Menurut pakar, hal ini boleh saja dilakukan. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan lebih dahulu sebelum curhat pada anak di antaranya:
1. Usia, kemampuan berpikir, dan kehidupan emosi, perasaan anak. Kemampuan anak berpikir berkaitan erat dengan usianya. Perkembangan otak anak akan mencapai kesempurnaan pada usia sekitar 7 tahun. Di usia ini anak telah mulai menunjukkan kemampuan berpikir yang lebih baik.
Untuk masalah keluarga yang sederhana seperti bagaimana menjaga kerapian rumah, kamar, dan diri sendiri, Ibu bahkan sudah dapat melibatkannya lebih dini. Misalnya, pada usia 4-5 tahun Ibu akan tercengang dengan ide-idenya.
Hasil penelitian tentang pengasuhan yang dilakukan di luar negeri menunjukkan bahwa masalah keuangan sebaiknya tidak dibicarakan atau tidak ditunjukkan pada anak di bawah usia 6 tahun. Jadi, kalau sekedar imbauan dan aturan untuk berhemat tidak apa. Tapi, usahakan untuk tidak mendiskusikan apalagi bertengkar masalah keuangan dihadapan anak berusia di bawah 6 tahun. Akibatnya akan sangat mempengaruhi bagi sikap dan kelakuannya yang menyangkut keuangan di masa depannya .
2. Hal lain yang perlu juga kita sadari adalah sebenarnya anak diciptakan Allah memiliki jiwa yang sangat peka terhadap masalah yang dihadapi oleh kedua orangtuanya. Dahi yang berkerut, urat leher menegang, bahu yang terangkat apalagi suara yang keras telah mampu dibaca oleh anak sejak usianya sangat dini, bahwa orangtuanya bermasalah.
Oleh sebab itu, bila ketegangan dan pertengkaran tak dapat dielakkan, orang tua berkewajiban memberikan penjelasan sesuai usia anak tentang apa yang terjadi dengan kalimat pendek, tetapi jelas. Misalnya, jika mempunyai anak usia 3 tahun yang menyaksikan pertengkaran kecil antara Ibu dan Bapak. Setelah itu selesai, Ibu mencoba mengendalikan emosi dan mengatakan pada anak dengan suara rendah: ''Maaf ya Nak, tadi suara Mama dan Ayah jadi tinggi. Kami agak marah, ada yang kurang cocok pikirannya.''
Kalau anak sudah sedikit lebih besar, kita dapat menambahkan, ''Hal seperti ini biasa terjadi antara orang dewasa!.'' Ini penting dilakukan agar anak mengerti apa yang terjadi dan untuk meredakan ketegangan dan kecemasan yang dimilikinya.
Kalau Ibu sudah biasa melibatkan anak dalam masalah keluarga tersebut, kalau anak sudah menjelang remaja atau remaja, Ibu bahkan boleh bertengkar, argumentasi di hadapan mereka dan meminta mereka memberikan penilaian. Hanya saja kedua orang tua perlu bersikap terbuka dan obyektif dalam menerima penilaian tersebut. Tentu saja jenis masalahnya juga harus dipertimbangkan.
3. Dalam melibatkan anak memeikirkan masalah keluarga yang penting adalah menjaga objektifitas kita sendiri sebagai orang tua. Kita tidak membentuk opini atau mencari 'persekongkolan' atau pemihakan . Ini sangat tidak mudah, karena kalau tidak pandai mengemukakan masalah, anak mudah terwarnai perasaan maupun pikirannya terhadap orang dengan siapa kita orang tuanya mengalami masalah. Dan, bila ini terjadi tidak sehat bagi perkembangan kemampuan anak dalam yang bijaksana.
Pelibatan anak haruslah dalam kerangka melatih mereka dalam sekurang-kurangnya ketiga hal tersebut di atas. Jadi, bila Ibu misalnya bermasalah dengan adik ipar atau paman mereka, maka Ibu harus mengatakan terlebih dahulu bahwa: ''Ini masalah Mama dengan pamanmu. Kamu tidak punya masalah apa-apa dengan beliau. Mama cuma minta pendapatmu. '' Lalu, Ibu ceritakan masalahnya. Apa yang sering terjadi, orang tua terlupa mendudukkan masalahnya ketika melibatkan anak, sehingga anak mudah jadi ikut-ikutan.
4. Keadaan dan situasi anak juga perlu dipertimbangkan. Jangan melibatkan anak bila mereka sendiri sedang dalam atau menghadapi banyak masalah. Cara penyampaian masalah juga penting. Hindari menyampaikannya ketika emosi kita sedang tinggi. Sehingga kawatir jalan keluar yang diperoleh juga tidak atau kurang bijaksana.