Bagi suatu organisasi, kaderisasi merupakan hal biasa dilakukan. Entah itu untuk tujuan regenerasi/menjaring dalam rangka suksesi kepemimpinan, atau untuk pembekalan atau pemantapan para pengurus organisasi.
Dalam rangka regenerasi kepengurusan PMR sebagai
organisasi sekolah (kegiatan ekstrakurikuler), maka sekolah melihat pentingnya kegiatan Diklat Pengurus
untuk tetap diselenggarakan setiap periodenya. Sekolah menfasilitasi kegiatan ini. Untuk itu diharap banyak kader pengurus PMR
memiliki bekal kepemimpinan organisasi melalui kegiatan Diklat Pengurus saat ini.
Sehingga PMR dapat berperan serta secara maksimal membantu sekolah
dalam mewujudkan upaya lingkungan sekolah menjadi lingkungan pendidikan
dan penggemblengan diri yang kondusif, nyaman, aman, damai serta
menyenangkan. Untuk itu diharap semua yang terlibat dalam Diklat Pengurus ini
(entah: sebagai panitia atau peserta) bersedia dengan sungguh-sungguh
mengikuti kegiatan kepelatihan ini, agar kegiatan ini dapat memberi manfaat yang besar bagi para calon pengurus dan
calon pemimpin PMR.
Bagian I.
A. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Apa
itu Pemimpin (kepemimpinan)? Tidak ada definisi secara tepat untuk
pengertian pemimpin-kepemimpinan. Boleh dikatakan, definisi kepemimpinan
sebanyak orang yang mendefinisikan. Karena setiap orang, berdasar pada
pemahaman dan harapannya tentang kepemimpinan dapat mendefinisikan
pengertian kepemimpinan itu sendiri.
Robert Schuller melihat
kepemimpinan sebagai kekuatan untuk menseleksi mimpi-mimpi, sesudah itu
menetapkan tujuan-tujuan. Kepemimpinan adalah suatu kekuatan yang
menggerakkan perjuangan atau kegiatan Anda menuju sukses.
Sedang
Cattell merumuskan pemimpin adalah “orang yang menciptakan perubahan
yang paling efektif dalam kinerja kelompoknya”. Dengan memakai definisi
sederhana, Modern Dictionary of Sociology mengartikan pemimpin sebagai
“seseorang yang menempati peranan sentral atau posisi dominant dan
pengaruh suatu kelompok”. Jadi dapat dikatakan inti dari pengertian
pemimpin adalah peranan kunci, dominasi, serta pengaruh. Sementara
kepemimpinan bagi Stogdill, didefinisikan sebagai “proses mempengaruhi
kegiatan kelompok dalam perumusan dan mencapai tujuan”.
Glenn (1992)
yang juga telah mengumpulkan lebih dari 350 definisi tentang
kepemimpinan, tetap merasa tidak puas. Sungguhpun begitu, ia tetap
kembali menawarkan hasil pengamatan yang ia anggap patut untuk
diperhitungkan. Yaitu: kepemimpianan sesungguhnyan bersumber dari
keunggulan manusia, tetapi tidak ada resep atau formula untuk
menjalankannya.
Sedang kepemimpinan yang efektif menurut Siagian
(1982) adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara, dan
mengembangkan usaha dan iklim yang kooperatif dalam kehidupan
organisasional, dan yang tercermin dalam kecekatannya mengambil
keputusan. Artinya, pemimpin harus mampu menerobos lack of urgency dan
lack of momentum.
B. PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
Dalam studi
kepemimpinan pada umumnya yang saya ketahui, dikenal ada 4 (empat) macam
pendekatan kepemimpinan. Yaitu:
1. Pendekatan sifat;
2. Gaya kepemimpinan;
3. Situasional kepemimpinan; dan
4. Fungsional kepemimpinan.
1. Pendekatan sifat;
2. Gaya kepemimpinan;
3. Situasional kepemimpinan; dan
4. Fungsional kepemimpinan.
1. Pendekatan Sifat Kepemimpinan:
Pendekatan pertama ini, disebut teri sifat. Dibicarakan mengenai sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin. Yaitu yang membedakan dengan yang bukan pemimpin. Para ahli ilmu kepemimpinan telah mengidentifikasikan 5 sifat negative yang mencegah orang menjadi pemimpin :
a. tidak banyak mengetahui.
b. Terlalu kaku.
c. Tidak berperan serta.
d. Otoriter.
e. Suka menyerang dengan kata-kata.
2. Pendekatan Gaya Kepemimpinan:
Penelitian-penelitian yang bersumber pada pandangan gaya kepemimpinan umumnya memusatkan perhatian mereka pada perbandingan antara gaya dekokratik dan gaya otokratik. Gatto (1992) mengkategorikan gaya kepemimpinan ke dalam 4 macam: Direktif, konsultatif, partisipatif, dan gaya delegasi.
Karakteristik dari setiap gaya tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:
- Gayan direktif: Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat keputusa-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Semua kegiatan terpusat pada pemimimpin. Dan sedikit sekali kebebasan bagi bawahan untuk berkreasi. Pada dasarnya gaya direktif adalah gaya otoriter.
- Gaya konsultatif: gaya ini dibangun di atas gaya direktif. Kurang otoriter dan banyak melakukan interaksi dengan para staf dan anggota organisasi/ bawahan. Fungsi pemimpin lebih bayak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi nasehat dalam rangka mencapai tujuan.
- Gaya partisipatif: gaya ini bertolak dari gaya konsultatif yg bisa berkembang kea rah saling percaya antara bawahan dengan pemimpin. Pemimpin cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan mereka sebagai tanggungjawab mereka.
- Gaya delegasi: disebut juga gaya Free-rein. Yaitu gaya yang mendorong kemampuan staf untuk ambil inisiatif.Kurang interaksi dan control yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bisa berjalan apabila staf memperlihatkan tingkst kompetensi dan tanggungjawab yang tinggi.
3. Pendekatan Situasional Kepemimpinan:
Dalam pendekatan situasional dapat dikatakan bahwa factor determinan yang dapat membuat efektif suatu gaya kepemimpinan tergantung pada situasi dimana pemimpin itu berada pada kepribadian pemimpin sendiri. Fieldler (1967, 1974) mengajukan teori Kontingen, menyampaikan situasi kepemimpinan digolongkan dalam 3 dimensi :
Dalam pendekatan situasional dapat dikatakan bahwa factor determinan yang dapat membuat efektif suatu gaya kepemimpinan tergantung pada situasi dimana pemimpin itu berada pada kepribadian pemimpin sendiri. Fieldler (1967, 1974) mengajukan teori Kontingen, menyampaikan situasi kepemimpinan digolongkan dalam 3 dimensi :
- hubungan pemimpin-anggota, yaitu pemimpin akan mempunyai lebih banyak kekuasaaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan anggota-anggota;
- struktur tugas: penugasan terstruktur baik, jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh daripada penugasan itu kabur, tidak jelas, dan tidak terstruktur.
- Posisi kekuasaan: pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia memberi ganjaran, hukuman, mengangkat dan memecat daripada ia tidak memeliki kedudukan seperti itu.
C. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GAYA DAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN.
Hasil studi Tannenbaum dan Schmidt sebagaimana dikutip Kadarman , et.al (1996) menunjukkan bahwa gaya dan efektivitas gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh:
Hasil studi Tannenbaum dan Schmidt sebagaimana dikutip Kadarman , et.al (1996) menunjukkan bahwa gaya dan efektivitas gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh:
- Diri Pemimpin. Kepribadian, pengalaman masa lampau, latar belakang, dan harapan pemimpin sangat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan di samping gaya kepemimpinan yang dipilih.
- Ciri Atasan. Gaya kepemimpinan atasan (dalam sebuah organisasi) sangat mempengaruhi orientasi pemimpin (organisasi) tersebut).
- Ciri Bawahan. Respon yang diberikan oleh bawahan akan menentukan efektivitas kepemimpinan. Latar belakang pendidikan bawahan sangat menentukan pula cara pimpinan menentukan gaya kepemimpinan.
- Persyaratan Tugas. Tuntutan tanggungjawab pekerjaan bawahan akan mempengaruhi gaya kepemimpinan atasan.
- Perilaku dan harapan rekan. Rekan sekerja atasan/pemimpin merupakan kelompok acuan yang penting. Pendapat / masukan yang diberikan rekan-rekan sejawat pemimpin akan mempengaruhi efektivitas hasil kerja pimpinan.
Bagian II.
BEKAL MINIMAL SEORANG PEMIMPIN.
Yang sebenarnya menjadi seorang pemimipin itu tidak mudah. Kalau untuk menjadi pemimpin yang asal-asalan memang tidak dituntut syarat tertentu/minimal. Asal berani berteriak. Okelah. Apalagi di jaman reformasi ini, yang menurut saya sudah tidak ada lagi “roh” reformasinya, karena sudah kebablasan, asal berani teriak keras, dan menjadi idola, besar kemungkinan menjadi pemimpin. Persoalannya, pemimpin yang capable yang seperti apa? Apa syarat-syarat minimal yang seharusnya dipenuhi oleh seorang calon pemimpin? Berikut akan disampaikan hal tersebut. Seorang pemimpin semestinya memiliki bekal-bekal minimal sebagai berikut:
a) Memiliki Kharisma: menjadi pemimpin itu tidak mudah. Tidak semudah yang dibayangkan orang. Ia harus siap secara intelektual dan moral. Karena ia akan menjadi figure yang diharapkan banyak orang / bawahan. Perilakunya harus menjadi teladan / patut diteladani. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan diatas kemampuan rata-rata bawahannya. Singkatnya: seorang pemimipin harus mempunyai karisma.
BEKAL MINIMAL SEORANG PEMIMPIN.
Yang sebenarnya menjadi seorang pemimipin itu tidak mudah. Kalau untuk menjadi pemimpin yang asal-asalan memang tidak dituntut syarat tertentu/minimal. Asal berani berteriak. Okelah. Apalagi di jaman reformasi ini, yang menurut saya sudah tidak ada lagi “roh” reformasinya, karena sudah kebablasan, asal berani teriak keras, dan menjadi idola, besar kemungkinan menjadi pemimpin. Persoalannya, pemimpin yang capable yang seperti apa? Apa syarat-syarat minimal yang seharusnya dipenuhi oleh seorang calon pemimpin? Berikut akan disampaikan hal tersebut. Seorang pemimpin semestinya memiliki bekal-bekal minimal sebagai berikut:
a) Memiliki Kharisma: menjadi pemimpin itu tidak mudah. Tidak semudah yang dibayangkan orang. Ia harus siap secara intelektual dan moral. Karena ia akan menjadi figure yang diharapkan banyak orang / bawahan. Perilakunya harus menjadi teladan / patut diteladani. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan diatas kemampuan rata-rata bawahannya. Singkatnya: seorang pemimipin harus mempunyai karisma.
Karakteristik pemimpin yang
punya karisma adalah:
1. Perilakunya terpuji;
2. Jujur dan dapat
dipercaya,
3. Memegang komitmen;
4. Konsisten dengan ucapan;
5. Memiliki
moral agama yang cukup.
b) Memiliki Keberanian: tidak lucu bila
seorang pemimpin tidak memiliki keberanian. Minimal keberanian
berbicara, mengemukakan pendapat, beradu argumentasi dan berani membela
kebenaran. Secara lebih khusus keberanian itu ditunjukkan dalam
komitmen: berani membela yang benar; memegang tegug pada pendirian yang
benar; tidak takut gagal; berani ambil resiko; dan berani
bertanggungjawab.
c) Memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain:
salah satu ciri bahwa seseorang memiliki jiwa kepemimpinan adalah
kemampuannya mempengaruhi seseorang untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Dengan kemampuannya berkomunikasi, ia dapat mempengaruhi orang
lain.
Bagaimana caranya untuk mempengaruhi orang lain?
1. Membuat orang
lain merasa penting;
2. Membantu kesulitan orang lain;
3. Mengemukakan
wawasan dengan cara pandang yang positif;
4. Tidak merendahkan orang
lain;
5. Memiliki kelebihan atau keahlian.
d) Mampu Membuat Strategi:
seorang pemimpin semestinya identik dengan seorang ahli strategi.
Maju-mundurnya perusahaan, gagal/berhasilnya suatu organisasi, banyak
ditentukan oleh strategi yang dirancang oleh pimpinan perusahaan/
pimpinan organisasi.
Bagaimana criteria seorang pemimpin yang mampu
menyusun strategi?
1. Menguasai medan;
2. memiliki wawasan luas;
3.
berpikir cerdas;
4. kreatif dan inovatif;
5. mampu melihat masalah
secara komprehensif;
6. mampu menyusun skala prioritas; dan
7. mampu
memprediksi masa depan.
e) Memiliki Moral yang Tinggi: moralitas merupakan ukuran berkwalitas atau tidaknya hidup seseorang.
Apalagi seorang pemimpin yang akan menjadi panutan. Seorang pemimpin
adalah seorang panutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan.
Bagaimana tanda-tanda seorang pemimpin yang bermoral tinggi?
1.
tidak menyakiti orang lain;
2. menghargai siapa saja;
3. bersikap
santun;
4. Tidak suka konflik;
5. Tidak gegabah / grusah-grusuh;
6.
Tidak mau memiliki yang bukan haknya;
7. Perkataannya terkendali dan
penuh perhitungan;
8. Perilakunya mampu dijadikan contoh.
f) Mampu
menjadi Mediator: seorang pemimpin yang bijak mampu bertindak adil dan
berpikir obyektif. Dua hal tersebut akan menunjang tugas pimpinan untuk
menjadi seorang mediator.
Syarat seorang mediator meliputi beberapa
criteria:
1. berpikir positif;
2. setiap ada masalah selalu berada di
tengah;
3. meliki kemampuan melobi;
4. mampu mendudukkan masalah secara
proporsional;
5. mampu membedakan kepentingan pribadi dan kepentingan
umum.
g) Mampu menjadi Motivator: hubungan seorang pemimpin dengan
motivasi yaitu seorang pemimpin adalah / sekaligus seorang motivator.
Tidak boleh tidak. Demikianlah memang seharusnya. Pimpinan adalah titik
sentral dan titik awal sebuah langkah akan dimulai. Motivasi akan lahir
jika pimpinan menyadari fungsinya sebagai motivator.
Tanda-tanda seorang
pemimpin menyadari fungsinya sebagai motivator:
1. memiliki kepedulian
kepada orang lain;
2. mampu menjadi pendengar yang baik;
3. mengajak
kepada kebaikan;
4. mampu meyakinkan oranglain;
5. berusaha mengerti
keinginan orang lain.
h) Memiliki Rasa Humor: akan lebih mudah
seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya – jika didukang
sifat humoris pimpinan; memiliki humor yang tinggi. Kata orang humor
lebih penting dari kenaikan gaji.
Termasuk kategori pemimpin yang
memiliki rasa humor adalah sebagai berikut:
1. murah senyum;
2. mampu
memecahkan kebekuan suasana;
3. mampu menciptakan kalimat yang
menyegarkan;
4. kaya akan cerita dan kisah-kisah lucu.
5. Mampu
menempatkan humor pada situasi yang tepat.
***
Bagian III
KESIMPULAN:
Satu hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari apa yang ditulis di atas adalah: kepemimpinan itu suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungan antar manusia untuk mempengaruhi orang lain dan diarahkan melalui proses komunikasi dengan tujuan agar orang lain mau melakukan sesuatu dalam usaha untuk mencapai apa yang diinginkan oleh orang yang mempengaruhi atau oleh mereka semua.
***
Bagian III
KESIMPULAN:
Satu hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari apa yang ditulis di atas adalah: kepemimpinan itu suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungan antar manusia untuk mempengaruhi orang lain dan diarahkan melalui proses komunikasi dengan tujuan agar orang lain mau melakukan sesuatu dalam usaha untuk mencapai apa yang diinginkan oleh orang yang mempengaruhi atau oleh mereka semua.